Goa Belanda Dan Goa Jepang, Peninggalan Perang Dunia Ke 2
Goa Belanda
Berada didalam Taman Hutan Ir. H. Djuanda – Bandung, terdapat dua buah gua bersejarah. Dua buah goa yang hanya terpisahkan jarak kurang lebih 400 meter tersebut memiliki nama yang disesuaikan dengan negara penjajah yang berkuasa saat gua tersebut di bangun. Goa Belanda yang dibangun pada tahun 1918 memiliki umur yang sedikit lebih tua dibandingkan “adik”-nya Goa Jepang yang baru dibangun pada tahun 1942. Di Goa Belanda terdapat sekitar 15 lorong dan beberapa ruangan seperti Ruang Kamar untuk tempat istirahat / tidur para Tentara Belanda, Ruang Interogasi untuk para tahanan, Penjara atau Ruang Tahanan.
Terlihat di atap goa seperti bekas ada penerangan lampu dan terdapat pula seperti bekas rel lori semacam alat untuk pengangkutan barang atau sejenisnya. Juga dinding – dindingnya terlihat sudah memakai semen, sepertinya Goa Belanda ini telah mengalami renovasi. Di dalam Goa Belanda masih bisa ditemui lokasi penempatan radio pemancar kuno. Pada salah satu lorong gua juga terdapat rel kereta/lori yang berada di lantai gua. Konon goa ini dulunya digunakan sebagai markas militer, penjara, tempat penyimpanan senjata dan juga tempat pembangkit listrik tenaga air. Sebuah relung gua kecil tak jauh dari goa utama dan terletak sedikit diatasnya, dulunya digunakan sebagai tempat pos jaga.
Goa Jepang
Tanggal 10 Maret 1942 dengan resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengan pemerintah sipilnya menyerah tanpa syarat kepada Bala tentara Kerajaan Jepang dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. Setelah upacara Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda Van Starkenborgh ditawan di Mansyuria sampai perang dunia II selesai. Konon pembangunan Goa ini dilakukan oleh para tenaga kerja secara paksa yang pada saat itu disebut “romusa” atau “nala karta” Goa tambahan ini yang terdapat di daerah perbukitan Pakar tepatnya berada dalam wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda mempunyai 4 pintu dan 2 saluran udara.
Berbeda dengan Goa Belanda yang telah mengalami renovasi di beberapa bagiannya, Goa Jepang masih memiliki struktur bangunan seperti asalnya. Dinding-dinding goa dari batu karang yang keras masih belum dilapisi dengan semen seperti apa yang terjadi pada goa Belanda. Di dalam goa ini juga tidak terdapat instalasi penerangan. Bukan hal yang aneh, melihat dinding goa yang keras pastilah membutuhkan waktu yang lama untuk membangun goa selebar dan seluas itu. Terlebih pada saat itu alat yang digunakan untuk membuat goa masih berupa alat-alat tradisional semacam linggis dan cangkul yang tentunya dibutuhkan pekerja dalam jumlah yang sangat banyak.
Berada didalam Taman Hutan Ir. H. Djuanda – Bandung, terdapat dua buah gua bersejarah. Dua buah goa yang hanya terpisahkan jarak kurang lebih 400 meter tersebut memiliki nama yang disesuaikan dengan negara penjajah yang berkuasa saat gua tersebut di bangun. Goa Belanda yang dibangun pada tahun 1918 memiliki umur yang sedikit lebih tua dibandingkan “adik”-nya Goa Jepang yang baru dibangun pada tahun 1942. Di Goa Belanda terdapat sekitar 15 lorong dan beberapa ruangan seperti Ruang Kamar untuk tempat istirahat / tidur para Tentara Belanda, Ruang Interogasi untuk para tahanan, Penjara atau Ruang Tahanan.
Terlihat di atap goa seperti bekas ada penerangan lampu dan terdapat pula seperti bekas rel lori semacam alat untuk pengangkutan barang atau sejenisnya. Juga dinding – dindingnya terlihat sudah memakai semen, sepertinya Goa Belanda ini telah mengalami renovasi. Di dalam Goa Belanda masih bisa ditemui lokasi penempatan radio pemancar kuno. Pada salah satu lorong gua juga terdapat rel kereta/lori yang berada di lantai gua. Konon goa ini dulunya digunakan sebagai markas militer, penjara, tempat penyimpanan senjata dan juga tempat pembangkit listrik tenaga air. Sebuah relung gua kecil tak jauh dari goa utama dan terletak sedikit diatasnya, dulunya digunakan sebagai tempat pos jaga.
Goa Belanda |
Goa Jepang
Tanggal 10 Maret 1942 dengan resmi angkatan Perang Hindia Belanda dengan pemerintah sipilnya menyerah tanpa syarat kepada Bala tentara Kerajaan Jepang dengan upacara sederhana di Balai Kota Bandung. Setelah upacara Panglima Perang Hindia Belanda Letnan Jendral Ter Poorten dan Gubernur Jendral Tjarda Van Starkenborgh ditawan di Mansyuria sampai perang dunia II selesai. Konon pembangunan Goa ini dilakukan oleh para tenaga kerja secara paksa yang pada saat itu disebut “romusa” atau “nala karta” Goa tambahan ini yang terdapat di daerah perbukitan Pakar tepatnya berada dalam wilayah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda mempunyai 4 pintu dan 2 saluran udara.
Berbeda dengan Goa Belanda yang telah mengalami renovasi di beberapa bagiannya, Goa Jepang masih memiliki struktur bangunan seperti asalnya. Dinding-dinding goa dari batu karang yang keras masih belum dilapisi dengan semen seperti apa yang terjadi pada goa Belanda. Di dalam goa ini juga tidak terdapat instalasi penerangan. Bukan hal yang aneh, melihat dinding goa yang keras pastilah membutuhkan waktu yang lama untuk membangun goa selebar dan seluas itu. Terlebih pada saat itu alat yang digunakan untuk membuat goa masih berupa alat-alat tradisional semacam linggis dan cangkul yang tentunya dibutuhkan pekerja dalam jumlah yang sangat banyak.
Goa Jepang |
Komentar
Posting Komentar