Sepanjang Jalan Dago

Jalan Dago adalah nama lama jalan Ir. H. Juanda di Bandung. Walaupun saat ini nama jalan tersebut telah diubah secara resmi, penduduk Bandung masih sering merujuk jalan itu dengan nama Dago.

Sepanjang jalan ini dapat ditemui berbagai rumah makan, pusat perbelanjaan, butik, toko-toko dan pusat hiburan terkemuka. Selain itu juga terdapat Rumah Sakit Santo Boromaeus dan Institut Teknologi Bandung.

Daerah ini sebagai salah satu kawasan terpopuler di Bandung, Dago merupakan salah satu lokasi yang banyak digunakan sebagai tempat nongkrong oleh para muda-mudi Bandung. Selain itu, di Jalan Dago juga terdapat beragam distro dengan harga yang relatif terjangkau dan cocok untuk semua kalangan.

Di salah satu sudut jalan Dago terdapat sebuah sekolah yang bernama SMAK (Sekolah Menengah Atas Kristen) Dago, sebelumnya bernama Het Christelijk Lyceum (HCL). Bangunan ini awalnya adalah sebuah Villa milik seorang pengusaha Tionghoa dari marga Tan yang dibangun pada tahun 1927. Dan pada tahun 1933 direnovasi oleh arsitek YS Devvis, lalu dilanjutkan oleh AW Gmelig Meijling sekitar tahun 1940. Karena konflik kepemilikan akhirnya bangunan tersebut berakhir tragis.

Pada awalnya kawasan Dago ini merupakan hutan belantara yang penuh binatang buas dan sepi, sehingga banyak begal. Jl Dago pasa saat itu merupakan satu-satunya akses jalan ke pasar di pusat kota bagi para petani dari asal Coblong (Lembang). Untuk menyiasati situasi ini mereka hanya berani dan mau melewati kawasan Dago ini apabila berkelompok. Sebelumnya kelompok terbentuk mereka harus saling menunggu; dalam bahasa Sunda = Silih Ngadogoan yang diserat dari kata Dago = Menunggu.

Pembangunan di Dago dimulai pada tahun 1905 oleh Andre van der Brun, dimana ia membangun rumah peristirahatan. Rumah tersebut masih berdiri hingga sekarang letaknya bersebelahan dengan Hotel Jayakarta. Sedangkan pembangunan jalan Dago sendiri dimulai pada tahun 1915 dan diberi nama Dagostraat yang dirubah pada tahun 1970 menjadi Jl.Ir. H.Djuanda. Walaupun demikian bagi penduduk maupun pengunjung kota Bandung sampai saat ini; Dago tetaplah Dago!

Sejak jaman pemerintahan Belanda hingga tahun 1950-an, kawasan Dago dikenal sebagai kawasan perumahan elite yang dimiliki pemerintah Belanda. Dulu kawasan Dago dirancang sebagai kawasan perumahan kapling besar dengan arsitektur Art Deco peninggalan zaman Belanda, tetapi sejak area ini digunakan sebagai areal komersil yang Glamour; semua peninggalan gedung-gedung tersebut hampir punah tak berbekas. Salah satu gedung yang masih tetap dijadikan rumah tinggal adalah rumah dari sahabat saya yang letaknya berhadapan dengan toko kueh LaBelle.

Pada awalnya jalan Dago itu asri dipenuhi oleh pohon rindang di kiri maupun kanan, hanya sayangnya pada tahun 1960 pohon-pohon tersebut ditebang karena perluasan jalan selebar 2 m kiri dan kanan. Di tahun 1970 karena jalan Dago sudah jadi lebar, maka jalan ini sering digunakan sebagai sirkuit arena balapan mobil, terutama disetiap malam Minggu, tetapi sejak adanya jalur pemisah jalan hal ini tidak bisa dilakukan lagi. Apalagi pada saat sekarang ini jangankan untuk bisa ngebut, untuk bisa jalan lebih dari 15 km satu jam pun sulit, karena selalu macet!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Batas Wilayah Kecamatan, Kelurahan Dan Kode Pos Di Kota Bandung

Sejarah Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda

Monumen Ir. H. Djuanda